Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS al-Ahzâb 33 : 36).
Sesungguhnya salah seorang Sahabat Rasulullah Julaibib, bukan termasuk orang terpandang di kalangan kaum Anshar, ia sering diabaikan dan lebih sering tersingkir dalam pergaulan. Bahkan nama Julaibib merupakan panggilan buruk karena ia jelek dan sangar.
Disamping perawakannya kurang menarik, ia juga pendek dan bungkuk. Jelas kurang level dibandingkan postur rata-rata orang Arab yang tampan dan gagah.
Sahabat ini termasuk dalam kategori laki-laki miskin, beliau terlahir tanpa diketahui siapa ayah dan ibunya. Padahal pada saat itu dikalangan masyarakat Madinah, tidak memiliki nasab dan tidak bersuku merupakan sebuah aib besar. Namun ia, sangat dicintai Rasulullah SAW karena ketakwaan dirinya.
Julaibib sebagaimana para Sahabat Rasulullah yang lain, selalu bersikap taat, tunduk dan patuh atas perintah Rasulullah SAW, Sami’na wa`atha’na. Sikap ini sebagai bukti keimanannya kepada Rasulullah SAW dan sebagai bukti kecintaannya kepada Allah Subhanahu WaTa’ala.
Sesungguhnya menjadi keharusan bagi seseorang yang telah bersaksi Muhammad adalah utusan Allah untuk menerima segala sesuatu yang telah menjadi keputusan Rasulullah.
Ketika Rasulullah menjodohkan Julaibid dengan seorang wanita shalihah, yang ditolak kedua orang tua siwanita sebelumnya. Ini merupakan suatu keberkahan yang sangat dirasakannya saat itu. Sebab ia tahu tak seorang wanitapun pernah tertarik kepadanya.
Kebahagiaanpun meliputi hati Julaibib radhiyallahu anhu saat itu. Istri yang cantik dan shalihah akan segera menjadi pendamping hidupnya. Kehidupan baru akan segera ia jalani.
Namun, kiranya kebahagiaan itu hanya sesaat, ketika itu panggilan jihad mengetuk hatinya. Karena pada saat yang bersamaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kaum Muslimin agar berjihad di jalan Allah dalam perang Uhud.
Perang ini terjadi pada Sabtu 3 Syawal tahun 3 Hijriyah. Sesuai namanya, Perang Uhud terjadi di kaki gunung Uhud. Uhud sendiri merupakan nama sebuah gunung yang terletak di sebelah utara kota Madinah, jaraknya sekitar tiga mil.
Ketika itu Julaibib radhiyallahu anhu harus memilih, antara istri shalihah nan rupawan, atau mati shahid yang selama ini dicita-citakannya?. Akhirnya, perintah Rasulullah SAW dan kerinduan terhadap mati syahid di medan perang menjadi pilihannya.
Seusai peperangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa barisan. Beliau biasanya menanyakan siapa saja yang syahid dalam peperangan itu.
Ketika Rasulullah menanyakan prihal kehilangan Julaibib, tak seorang pun di antara mereka yang tahu tentangnya, seorang mujahid yang telah berperang bersama mereka.
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ عُمَرَ بْنِ سَلِيطٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ كِنَانَةَ بْنِ نُعَيْمٍ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي مَغْزًى لَهُ فَأَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا نَعَمْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا ثُمَّ قَالَ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا نَعَمْ فُلَانًا وَفُلَانًا وَفُلَانًا ثُمَّ قَالَ هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ قَالُوا لَا قَالَ لَكِنِّي أَفْقِدُ جُلَيْبِيبًا فَاطْلُبُوهُ فَطُلِبَ فِي الْقَتْلَى فَوَجَدُوهُ إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُمَّ قَتَلُوهُ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ قَتَلَ سَبْعَةً ثُمَّ قَتَلُوهُ هَذَا مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ هَذَا مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ قَالَ فَوَضَعَهُ عَلَى سَاعِدَيْهِ لَيْسَ لَهُ إِلَّا سَاعِدَا النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَحُفِرَ لَهُ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَلَمْ يَذْكُرْ غَسْلًا
Artinya :Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin ‘Umar bin Salith; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Kinanah bin Nu’aim dari Abu Barzah bahwa pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin bertempur melawan musuh hingga memperoIeh harta rampasan perang.
Usai pertempuran, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat: “Apakah kalian kehilangan seorang sahabat kalian?” Para sahabat menjawab; “Ya. Kami telah kehilangan fulan, fulan, dan fulan.” Rasulullah bertanya lagi: “Apakah kalian kehilangan seorang sahabat kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya, kami telah kehilangan Fulan, fulan, dan fulan.’
Sekali lagi Rasulullah bertanya; “Apakah kalian merasa kehilangan seorang dari sahabat kalian?” Para sahabat menjawab; “Ya, Kami telah kehilangan fulan, fulan dan fulan.” Kemudian Rasulullah melanjutkan pernyataannya dan berkata: “Tapi aku sungguh telah kehilangan Julaibib. Oleh karena itu, tolong cari di manakah ia?”
Lalu para sahabat berupaya mencari jasad Julaibib di tengah-tengah korban pertempuran. Akhirnya mereka menemukan jasadnya di sebelah tujuh orang kafir yang telah dibunuhnya, hingga ia sendiri gugur sebagai syahid di tangan orang-orang kafir. Tak lama kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi mayat Julaibib dan berdiri di atasnya seraya berkata: “Sesungguhnya Julaibib telah membunuh tujuh orang kafir dan mereka membunuhnya.
Julaibib ini termasuk dalam kelompokku dan aku termasuk dalam kelompoknya. Julaibib ini termasuk dalam kelompokku dan aku termasuk dalam kelompoknya.” Abu Barzah berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan mayat Julaibib di atas kedua Iengannya.
Tidak ada alas bagi jasad Julaibib kala itu selain kedua lengan Rasulullah. Lalu para sahabat menggali kubur untuk jasad Julaibib dan dimasukkan ke dalamnya serta tidak disebutkan tentang mandi.” (HR Muslim No. 4519)
Tak seorangpun para sahabat yang merasa kehilangan Julaibib seusai perang Uhud. Ini menunjukkan bahwa ia tidak dikenal di kalangan mereka. Namun, ia terkenal di langit, populer di hadapan Allah hingga Rasulullah mempersaksikan, “Julaibib adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari Julaibib”. (h/TI)