Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ }
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah 2:282)
Hutang piutang atau qard mempunyai istilah lain yang disebut dengan “dain” (دين). Istilah “dain” (دين) ini juga sangat terkait dengan istilah “qard” (قرض) yang menurut bahasa artinya memutus.
Sesungguhnya al-Qardh atau hutang mempunyai arti memotong atau dengan kata lain memberikan harta yang dimiliki kepada orang lain untuk digunakan dengan benar dan nantinya akan dikembalikan kepada orang memberikan harta tersebut.
Hutang-piutang termasuk akad ta’awun (tolong menolong) untuk menolong orang yang membutuhkan bantuan dan juga merupakan akad tabarru’ (sosial) sebagai kepedulian untuk membantu orang-orang yang sedang dalam kesulitan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berhutang. Di akhir hayatnya, beliau masih memiliki hutang kepada seorang Yahudi, dan hutang beliau dibayarkan dengan baju besi yang digadaikan kepada orang tersebut.
Dari ‘Aisyah radhiallaahu’anhaa, bahwasanya dia berkata:
( أَنَّ النَّبِيَّ –صلى الله عليه وسلم– اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ )
Artinya : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya” (HR Al-Bukhari no. 2200)
Dalam perjalanannya hutang piutang sudah menjadi satu hal yang biasa bahkan dapat dikatakan telah menjadi life style seseorang ketika dirinya tidak mempunyai uang.
Saat ini berbagai program pinjaman yang ditawarkan oleh bank, koperasi, finance peminjaman ataupun lembaga lainnya sehingga proses peminjaman hutang semakin mudah.
Bahkan yang paling trend, bermodalkan KTP lewat pinjol, dalam hitungan jam sudah cair. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri untuk berhutang.
Meskipun hukum hutang piutang dalam Islam diperbolehkan dan bukan suatu perbuatan dosa akan tetapi sebaiknya dihindari, berhutang hanya pada saat benar-benar berada pada kondisi darurat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
Artinya : “Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
Artinya : “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.”(HR. Muslim no. 1886)
Karena itu, seseorang hendaknya berpikir, “mampukah saya melunasi hutang ini dan apakah memang mendesakkah saya berhutang?”, karena ingatlah hutang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan istighfar.
Apabila seseorang berhutang bersegeralah membayar, sangat tidak layak ditunda-tunda untuk dibayar, ajal tidak tahu kapan datangnya, jangan sampai meninggal dunia padahal masih meninggalkan hutang.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan;
وَكَانَ إذَا قُدّمَ إلَيْهِ مَيّتٌ يُصَلّي عَلَيْهِ سَأَلَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَمْ لَا ؟ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ صَلّى عَلَيْهِ وَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ لَمْ يُصَلّ عَلَيْهِ وَأَذِنَ لِأَصْحَابِهِ أَنْ يُصَلّوا عَلَيْهِ فَإِنّ صَلَاتَهُ شَفَاعَةٌ وَشَفَاعَتَهُ مُوجَبَةٌ
Artinya : “Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya hutang atau tidak? Jika dia tidak punya hutang maka, Beliau menshalatkannya, jika dia punya hutang maka Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu. Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang pasti.”
Sesungguhnya menjadi i’tibar untuk kita, berhutang memang diperbolehkan, namun menghindarinya adalah lebih baik. Apalagi saat ini perlu berhati-hati memberikan kartu indentitas diri, sebab dapat saja dimanfaatkan orang lain untuk berhutang on-line.
Setiap rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Hanya tinggal bagaimana kita menjemput rezeki tersebut, terutama agar mendapatkannya dengan cara yang halal.
Jangan mudah tergiur dengan kemewahan sesaat, perbanyaklah berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT agar diberikan rezeki yang halal lagi berkah. (h/IT)