MEDAN, GEMPITANEWS.COM – Anggota Komite I DPD, RI Muhammad Nuh MSP, kunjungan kerja komite I ke Sumatera Utara guna pengawasan atas pelaksanaan UU Desa. Kegiatan dilaksanakan di Aula I Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jl. P. Diponegoro Medan, Senin (12/6/2023).
Muhammad Nuh dalam kunjungan ini menemukan ada delapan permasalahan dalam implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang UU Desa.
Dia menjelaskan adanya kedelapan permasalahan tersebut:
- Perangkat desa yang kurang memahami Tugas Pokok dan Fungsinya
- Pemberhentian dan pengangkatan perangkat Desa yang baru tanpa melalui prosedur
- Mengabaikan kompetensi
- Minimnya pengetahuan BPD dan LKD dalam menjalankan Tupoksinya
- BumDesa belum optimal meningkatkan ekonomi Desa, pengaturan honorarium bagi BPD.
- Masih minim dukungan APBD kabupaten /Kota khususnya dalam penetapan Batas Desa.
- Regulasi keuangan Desa sering terlambat
- dan Serapan Dana Desa tahun 2023 masih belum optimal.
Kunjungan Kerja Komite I ke Sumut diterima Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Dr. Agus Tripriyono, Kapoksahli Pangdam I Bukit Barisan. Kunjungan kerja Komite I dipimpin Senator Damansyah Husein.
Turut hadir Wakil Ketua DPD RI, Letjen TNI marinir (Purn) Dr. Nono Sampono, Fachrul Razi (Aceh) Misharti (Riau) Richard Hamonongan Pasaribu (Kepri), Ahmad Kenedy (Bengkulu), Ahmad Bastian (Lampung), Dailami Firdaus (Jakarta), Abdul Khalik ( Jateng), Muhammad (Yogyakarta) Nanang Sulaiman (Kaltim) Muh Rahman (Kalteng) , dan Abraham Liyanto, NTT.
“Hasil kunjungan Kerja dan evaluasi sembilan tahun UU Desa tersebut menyimpulkan beberapa butir penting terkait dengan pelaksanaan UU Desa di Sumatera Utara yang memiluki 5.417 Desa.
Beberapa yang patut menjadi catatan penting, menjadi bagian dari pengawasan UU Desa,” kata M. Nuh.
- Pertama, bahwa perangkat Desa masih kurang memahami Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai Aparatur yang menjalankan tugas Pembangunan dan pembinaan Masyarakat Desa, sehingga kreatifitas dalam menentukan arah pembangunan sesuai dengan kearifan lokal belum berjalan sebagaimana mestinya.
- Kedua, pengisian (pemberhentian dan pengangkatan) perangkat Desa yang baru belum berdasarkan kompetensi dan prosedural.
- Ketiga, minimnya pengetahuan BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dalam memahami Tupoksinya sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dalam melaksanakan pembangunan.
- Keempat, lemahnya pemanfaatan potensi dan aset Desa untuk peningkatan ekonomi masyarakat di Desa karena keterbatasan SDM pengelola bumdesa.
- Kelima, perlu diatur secara jelas pemberian honorarium BPD.
- Keenam, dari 33 kab/kota hanya 2 kab/kota yang memiliki Peraturan Bupati/Walikota tentang penetapan dan penegasan batas desa.
- Ketujuh, keuangan Desa yang sumbernya dari Dana Desa, namun kebijakan dan regulasinya sering terlambat dan sering berubah sehingga tudak dapat cepat disikapi karena minimnya kapasitas pengelola.
Dan terakhir, ujar Muhammad Nuh serapan Dana Desa memasuki triwulan kedua baru mencapai 25,66% disebabkan lambatnya Pemerintah Kabupaten /Kota mengalokasikan ADD dalam APBD, lambannya penetapan Perdes tentang APBDesa karena kurang sejalannya Kepala Desa dengan BPS serta minimnya SDM.
Dia mengutarakan, selain itu terdapat beberapa masukan yang patut diperhatikan di antaranya kapitalisasi politik pedesaan yang mereduksi kearifan lokal, regulasi yang terlalu rigit (juklak/juknis).
Pendampingan Desa yang tidak optimal karena hanya untuk pengelolaan keuangan Desa.
Moralitas Kades akibat Kapitalisasi Desa, adanya bisnis keluarga terhadap pelaksanaan program pembangunan di Desa, serta masa jabatan Kepala Desa 10 tahun.
Muhammad Nuh yang Anggota DPD RI Perwakilan Sumatera Utara beserta rombongan mengapresiasi pengembangan wisata berbasis Desa dan perlu terus ditingkatkan dalam rangka mensejahterakan masyarakat desa,”tegas Nuh. (h/Aziz)