DPR Sahkan Perppu Ciptaker Menjadi UU Meski Diwarnai Walk Out dan Interupsi

Sejumlah Serikat Buruh Sejak Awal Sudah Menolak

Diwarnai interupsi dan aksi walk out, DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang (UU), Selasa (21/03).

Perppu ini sebelumnya ditolak oleh sejumlah serikat buruh, aktivis HAM dan mahasiswa.

Sejak tiga tahun lalu, aksi penolakan itu tetap disuarakan, dan sebagian melakukan langkah hukum untuk menolaknya.

“Setuju!” Suara ini terdengar dari ruangan Rapat Paripurna DPR, tidak lama setelah Ketua DPR, Puan Maharani bertanya, apakah peserta sidang menyetujui pengesahan tersebut.

Sebelum akhirnya disahkan, sejumlah anggota DPR mengajukan interupsi, di antaranya dari Fraksi Partai Demokrat, yang menolak pengesahan itu.

Dari kubu oposisi, yang diwakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), juga menyuarakan penolakan, dengan melakukan aksi meninggalkan ruangan alias walk out.

Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti dilaporkan Antara, mengatakan, undang-undang ini perlu dipertahankan oleh pemerintah, terlebih di tengah situasi ekonomi yang dilanda ketidakpastian.

Mendapat gelombang penolakan, digugat ke MK

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang baru saja dikeluarkan pemerintah pada akhir 2022, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perppu itu mencabut UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Sebanyak enam orang mengajukan permohonan uji formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ke MK.

Dalam surat permohonan yang diterima oleh MK pada 5 Januari 2022 tertulis para pemohon mengalami kerugian berupa ketidakpastian hukum setelah perppu itu keluar.

Koordinator Advokasi Migrant Care, Siti Badriyah, satu dari enam pemohon, mengatakan ketika pihaknya masih menunggu soal beberapa kepastian hukum terkait pekerja migran yang dihapus dengan terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), pemerintah malah menerbitkan aturan hukum baru.

“Sebenarnya harusnya pemerintah itu fokus dalam memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja itu, bukan malah mengeluarkan Perppu,“ kata Siti kepada BBC News Indonesia, Jumat (06/01).

Oleh sebab itu, dia dan para pemohon lainnya ingin “fokus supaya perppu ini tidak berlaku“ dengan melakukan uji formil. Karena jika permohonan mereka dikabulkan MK, Siti masih bisa “mendapatakan kesempatan untuk memberikan masukan“ dalam menyusun UU Ciptaker.

Pada tataran praktis, Hans, salah satu manajer di sebuah perusahaan di Jakarta mengatakan perubahan aturan hukum yang terjadi saat ini memang membingungkan untuk para pekerja, tapi tidak bagi divisi sumber daya manusia di tempat dia bekerja karena hanya “tinggal mengikuti ketetapan yang berlaku“.

Hanya saja landasan hukum yang harus ditinjau menjadi lebih banyak.

Di sisi lain, manuver pemerintah dalam polemik UU Ciptaker membuat Sugeng, salah satu buruh di kawasan Jawa Barat, dan rekan-rekannya tidak mau lagi membahas aturan-aturan hukum yang notabene menentukan nasib mereka.

“Saya sama kawan-kawan sudah malas membahas Perppu, [UU] Ciptaker atau Omnibus Law. Mau bersuara juga nggak digubris,“ kata Sugeng (nama samaran) kepada BBC News Indonesia.

Dia menambahkan kehadiran Perppu juga tidak terlalu berdampak pada perusahaannya karena selama Perjanjian Kerja Bersama (PKB) masih berlaku, mereka akan menggunakan itu.

Perppu Ciptaker mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020.

Landasan hukum apa yang bisa digunakan saat ini?

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Ni’matul Huda, mengatakan meskipun ada yang mengajikan uji materi ke MK, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja itu “tetap berjalan dan sah“.

“Perppu sudah sah dan mengikat secara umum sejak dia diumumkan ke publik,“ kata Ni’matul kepada BBC News Indonesia, Jumat (05/01).

Meskipun demikian, menurut aturan, setelah Perppu diberlakukan masih ada langkah selanjutnya, yaitu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ni’matul menjelaskan, jika DPR menyetujui berarti Perppu Ciptaker akan menjadi Undang-Undang.

Sebaliknya, apabila DPR menolak, Perppu itu “harus dicabut oleh presiden sehingga tidak sah dan tidak berlaku lagi“ dan landasan hukum kembali pada Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Lantas bagaimana dengan status Perppu yang digugat ke MK untuk dilakukan uji formil?

“DPR tetap bisa bahas Perppu tersebut. Sekarang kan DPR lagi reses, jadi menunggu sampai DPR sidang lagi. Nah sambil menunggu DPR sidang, Perppu itu tetap jalan.

Masa reses DPR berlangsung sampai 9 Januari mendatang. DPR akan membahas Perppu Cipta Kerja pada masa sidang berikutnya.

Peraturan turunan tetap berlaku

Meski kehadiran Perppu Ciptaker telah mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020, semua peraturan pelaksananya dinyatakan “tetap berlaku sepanjang tidak bertentang dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini“.

Itu tertuang dalam Perppu Ciptaker pasal 184.

UU Ciptaker yang menimbulkan protes besar

Setelah UU Cipta Kerja disahkan, aksi unjuk rasa dan mogok kerja terjadi di sejumlah daerah.

Undang-undang Cipta Kerja, yang kini telah gugur karena Perppu Nomor 2 Tahun 2022, memicu protes besar-besar dan bahkan aksi mogok nasional dari kalangan buruh pada Oktober 2020 lalu.

Unjuk rasa juga dilakukan oleh para mahasiswa di sejumlah daerah di tanah air.

Setelah itu, banyak pihak melakukan permohonan uji formil dan materiil ke MK.

Pada November 2021, MK memutuskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. (h/sumber: bbcindonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *